Guru Besar FHISIP Unram Sebut Dana Siluman di DPRD NTB sebagai Dana Setan, Tak Ada Kebaikan di Dalamnya

Mataram, harianntb.online,- Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus memasifkan penyelidikan kasus dugaan “dana siluman” dalam pengelolaan dana Pokok Pikiran (Pokir) anggota DPRD Provinsi NTB tahun 2025.

Dana siluman tersebut dirundung masalah lantaran dilakukan pergeseran anggaran  oleh Pemerintah Provinsi melalui Peraturan Gubernur. Celakanya, pergeseran dilakukan setelah dana tersebut menjadi Daftar Pelaksanaan Anggaran di APBD NTB Tahun 2025.

Menanggapi hal tersebut, Guru Besar FISIP Unram, Prof. Zainal Asikin, menyatakan isu tindak pidana korupsi yang kini mendera DPRD NTB tersebut, tidak pantas lagi disebut dana siluman, melainkan dana setan karena tidak ada kebaikan sama sekali di dalamnya.

“Kalau masih ada kebaikan bisa disebut siluman. Tapi ini sama sekali tidak ada baiknya. Ini dana setan,” tegas Prof Zainal Asikin dalam diskusi ‘Jumat Menggugat’ yang digelar  Pengurus Wilayah GP Ansor NTB bersama Lembaga Bantuan Hukum GP Ansor NTB di Tuwa Kawa Coffee & Roestery, Jumat (29/8) malam.

Akademisi senior Universitas Mataram ini menilai, baik dana pokir maupun dana direktif eksekutif tidak boleh digeser semena-mena tanpa mekanisme APBD perubahan. Terlebih, jika dana pembangunan justru ada embel-embel fee yang malah dibagikan dalam bentuk tunai, maka kategorinya jelas masuk gratifikasi.

“Pejabat publik tidak boleh menerima uang yang tidak jelas asal-usulnya. Itu gratifikasi, dan bila tidak dikembalikan dalam 30 hari statusnya naik menjadi tindak pidana korupsi,” jelasnya.

Prof. Asikin menegaskan bahwa sebagian anggota DPRD memang sudah mengembalikan uang tersebut, namun status pengembalian masih sebagai titipan. Jika proses hukum berjalan, uang itu akan berubah menjadi barang bukti sitaan dan pemberinya harus diungkap.

Kasus yang terjadi di DPRD NTB dan kini tengah menjadi perhatian publik ini lanjutnya,  bukan sekadar isu teknis anggaran, melainkan persoalan moral dan hukum yang serius.

“Kalau ini barang haram, barang setan, ya kembalikan saja ke masyarakat. Perjuangan kita adalah menjaga moralitas, bukan memperkaya pribadi,”cetusnya.

Prof. Asikin mengingatkan pentingnya kehati-hatian dalam penegakan hukum agar tidak melumpuhkan DPRD dan pemerintahan daerah.

Menurutnya, kasus ini harus segera ditindak untuk pihak-pihak kecil yang sudah jelas, sementara untuk jumlah besar dilakukan bertahap.

Ia juga menyoroti kegagalan gubernur dalam komunikasi politik.

“Percuma punya gubernur yang tidak punya telinga. Tidak pernah mendengar rakyatnya,” ujarnya, sembari menyebut istilah “direktif” kerap disalahgunakan untuk membenarkan kebijakan yang keliru.

Diketahui, diskusi ‘Jumat Menggugat’ ini juga dihadiri TGH, Najamuddin Mustafa dan Nurdin Ranggabarani.

TGH Najamudin yang diberikan kesempatan berbicara, mengurai secara gamblang asal muasal dana siluman di DPRD NTB tersebut dimana  bermula dari pergeseran anggaran Pokir DPRD NTB periode 2019–2024 oleh Pemerintah Provinsi melalui Peraturan Gubernur. Anehnya, pergeseran itu dilakukan setelah dana tersebut menjadi Daftar Pelaksanaan Anggaran di APBD NTB Tahun 2025.

Ia juga menjelaskan, berdasarkan temuan di lapangan, 39 anggota DPRD lama yang tidak terpilih kembali kehilangan jatah program. Sementara anggota baru justru diduga menerima uang dalam bentuk fee.

Ia bahkan mengaku mendengarkan lansung bukti rekaman percakapan anggota DPRD baru soal pembagian uang hingga akhirnya sebagian di antaranya mengembalikannya ke kejaksaan.

“Yang memberi ada, yang menerima ada, yang mengembalikan juga ada. Tinggal pertanyaannya. Dari mana asal uang itu?” sebut TGH Najamuddin yang kini membuat laporan ke penegak hukum setebal 76 halaman terkait isu tersebut.

Menurutnya, ada dugaan kuat bahwa dana yang dibagi ke anggota DPRD baru bersumber dari pokir yang digeser lewat Pergub. Hal itu ia sebut sebagai bentuk konspirasi antara pemerintah provinsi dengan oknum legislatif.

“Akibat penyalahgunaan kewenangan melalui Pergub itu, dugaannya, terjadilah pembagian uang. Dalam hal ini, DPRD sebagian besar adalah korban, meski ada oknum yang ikut bermain,” tandasnya. Tan