harianntb.online,- Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan ( BPKP ) mengungkap sejumlah dugaan modus pengelolaan anggaran di pemerintah daerah (pemda) di tahun 2024. Modus utama yang masih sering ditemui adalah manipulasi di dalam perencanaan dan penganggaran.
” Manipulasinya ke mana, mau dipotongnya di mana, kami masih lihat itu,”ungkap Kepala BPKP pusat, Muhammad Yusuf Ateh.
Kemudian modus selanjutnya adalah gratifikasi. Kemudian yang ketiga ada di dalam perizinan, berupa nepotisme dan kronisme. Yang keempat mencakup diskresi kebijakan selalu dijadikan alasan dalam tindakan-tindakan situasi, terangnya. Berikutnya, terkait dengan penggelembungan harga. Kecurangan terjadi dalam proses pengadaan barang dan jasa di pemerintah daerah.
“Terakhir, pungli dalam pemberian izin, serta manipulasi laporan keuangan. Jadi barangnya sebelumnya belum selesai dianggap selesai dalam laporan keuangan. Setelah dimasukkan, uangnya yang dimasukkan ini banyak juga kami temuan dalam tindakan akomodasi di daerah,” lanjut dia.
Yusuf mengatakan modus kejadian tersebut telah terjadi sejak 10-20 tahun lalu dan berulang. Dia menegaskan, BPKP siap bekerja sama apabila pemerintah daerah membutuhkan bantuannya dalam merencanakan anggaran agar kondisi tidak terjadi.
“Teman-teman di daerah tahu perwakilan BPKP selalu siap. Bapak, Ibu, datang, kami siap asistensi mendampingi membenahi sistemnya, kami bantu buat, pengendalian korupsi dan kondisi kami bantu semua. Tinggal masalah mau atau tidak. Saya kira sekarang kapan mau,” imbuhnya.
Lanjut Ateh, untuk tahun 2025 BPKP telah menetapkan tujuh sektor utama yang akan menjadi fokus dalam pengawasan.
“Untuk tahun 2025, kami sudah merencanakan dengan matang dalam bentuk prioritas pengawasan, yang kami utamakan adalah mengawal program-program efektif Bapak Presiden,” tutur Ateh.
Sektor-sektor tersebut meliputi pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas, pembangunan infrastruktur yang berkualitas, akuntabilitas keuangan pemerintah dan kekayaan negara serta daerah yang dipisahkan, transformasi ekonomi, ketahanan pangan, penguatan penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih, serta pembangunan energi berkelanjutan. Selain itu, pihaknya juga menyoroti pentingnya peningkatan kualitas belanja daerah. Dalam evaluasi yang telah dilakukan tahun 2024 terhadap 163 pemerintah daerah, 326 Organisasi Perangkat Daerah (OPD), serta 6.373 program, 8.097 kegiatan, dan 28.552 sub kegiatan, ditemukan bahwa Rp39,51 triliun atau sekitar 43,07% dari total anggaran Rp91,75 triliun berpotensi tidak efektif dan tidak efisien.
” Temuan ini menunjukkan bahwa masih terdapat risiko besar dalam pencapaian tujuan pembangunan daerah akibat perencanaan dan penganggaran yang belum optimal,” pungkasnya. Hio